OLEH MUHYIDDIN Blitar, Jawa Timur, memiliki julukan sebagai Kota Proklamator. Di sanalah jenazah presiden pertama RI Ir Sukarno dikebumikan. Semasa hidupnya, Bung Karno dikenal luas akan kemampuannya dalam berorasi. Seperti halnya sang proklamator RI, seorang tokoh yang piawai berpidato berasal dari Blitar. Dialah KH Yasin Yusuf. Ulama tersebut piawai dalam berceramah dan memengaruhi massa. Orang-orang kota setempat menyebutnya sebagai “Singa Podium". Reputasinya tidak hanya dikenal di Blitar, tetapi juga seluruh Jawa. Bahkan, beberapa kali Kiai Yasin Yusuf diundang untuk berpidato dalam acara hari-hari besar keagamaan, semisal Maulid Nabi, di Istana Negara Jakarta. Ia tidak hanya mengenal Bung Karno, tetapi juga presiden kedua RI Soeharto. Dai yang cukup populer pada era dua orde tersebut lahir di Blitar pada 1934. Ia merupakan putra seorang tokoh Muslim yang kaya dan sangat dermawan di Blitar, yakni Kiai Yusuf. Sejak kecil, ayahnya telah mengajarinya dasar-dasar agama Islam sehingga dirinya pun memiliki bekal untuk menjalani kehidupan. Kiai Yasin tidak hanya mengenal Bung Karno, tetapi juga presiden kedua RI Soeharto. Belum banyak sejarawan yang menulis tentang kehidupan masa kecil serta karier pendidikan Kiai Yasin Yusuf. Bagaimanapun, beberapa sumber menyebutkan bahwa pada saat menginjak usia remaja, Yasin menyelesaikan pendidikan formalnya di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama MINU Blitar. Selama menimba ilmu di MINU, ia juga belajar di Pondok Pesantren Dawuhan Kademangan Blitar. Lembaga tersebut saat itu diasuh KH Zahid Syafi’i. Pesantren yang berdiri pada 1873 ini berlokasi tidak jauh dari kompleks makam Presiden Sukarno di tengah Kota Blitar. Namun, institusi itu sekarang sudah berganti nama menjadi Pondok Pesantren Bustanul Muta’allimin. Pada 1953, Yasin menjadi guru di Madrasah Ibtidaiyah Kademangan Blitar. Setahun berikutnya, ia dipercaya menjadi guru agama di Lodoyo. Waktu itu, daerah tersebut dikenal sebagai basis kegiatan orang-orang komunis. Hingga 1960-an, situasi politik nasional memang cenderung “panas". Bung Karno memberi ruang bagi kelompok komunis, terutama yang bernaung di bawah Partai Komunis Indonesia PKI. Bahkan, presiden RI itu mencetuskan gagasan “Nasionalis Agama Komunis” Nasakom yang kemudian tidak disambut positif kebanyakan umat Islam. Dalam situasi waspada komunis, Yasin tumbuh sebagai seorang pendakwah. Bukan sekadar mubaligh yang menggelar pengajian atau majelis ilmu. Ia pun selalu memanfaatkan momen dakwah untuk melawan penetrasi ideologi komunisme di tengah masyarakat. Paham tersebut mengajarkan, antara lain, sikap antipati terhadap agama sehingga bertolak belakang dengan jati diri bangsa Indonesia. Kiai Yasin selalu memanfaatkan momen dakwah untuk melawan penetrasi ideologi komunisme di tengah masyarakat. Salah satu keahliannya yang berkaitan dalam menghalau paham komunisme ialah berorasi. Kemampuannya dalam seni berpidato sudah tampak sejak masih kecil. Kiai Yasin Yusuf tercatat, pertama kali tampil di atas podium umum pada 1953. Gaya bahasa, intonasi, dan konten ceramahnya yang khas menarik perhatian publik. Begitu pula dengan pembawaannya yang kharismatik. Setiap Ahad Wage, belasan ribu orang rela berbondong-bondong datang ke Alun-alun Blitar guna mendengarkan ceramah dari ulama tersebut. Lantang dan gigih Saat awal-awal berdakwah, Kiai Yasin sering kali diundang oleh warga Tulungagung. Ia tidak kenal lelah dalam menyampaikan ilmu. Dengan mengayuh sepeda ontelnya, ia pun sampai ke lokasi acara. Masyarakat setempat menyambutnya dengan hangat. Usai majelis taklim, sang kiai pulang kembali ke rumahnya. Namun, malam itu hujan turun dengan derasnya. Ia pun berteduh di sebuah mushala dan pulang keesokan paginya. Bersahaja, itulah sifat yang selalu ditampilkannya. Akan tetapi, kesederhanaan itu berpadu dengan keberaniannya dalam menyampaikan kebenaran. Ciri khas ini tampak dalam ceramah-ceramahnya. Gaya pidato Kiai Yasin terasa sangat khas dan berbeda dari umumnya ulama pada masanya. Intonasinya cenderung berapi-api. Dengan penuh semangat, ia mendeskripsikan berbagai suasana dari cerita-cerita yang ingin disampaikannya. Misalnya, ketika menuturkan kisah perang maka lisannya juga menirukan suara pesawat terbang, tembakan meriam, bom meledak, dan lain-lain. Ketika menuturkan kisah perang maka lisannya juga menirukan suara pesawat terbang, tembakan meriam, bom meledak, dan lain-lain. Ia pun cukup luwes menirukan Bung Karno ketika membacakan teks proklamasi RI. Terkadang ia juga meniru suara Bung Tomo ketika menggelorakan semangat juang para pemuda untuk bertempur melawan Sekutu dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Setiap Rabiul Awal, dai kondang ini juga rutin diminta menjadi penceramah pada acara Maulid Nabi SAW di Istana Negara Jakarta. Meskipun hidup di zaman ketika PKI jaya-jayanya, Kiai Yasin tidak pernah takut dalam menyampaikan ceramah. Padahal, ia kerap menjadi incaran orang-orang komunis. Bahkan, sesudah gagalnya gerakan G30S/PKI, namanya ada dalam daftar target pembunuhan yang dibuat kaum komunis. Berdasarkan beberapa catatan, suatu waktu pernah ada orang empat pemuda PKI yang berencana membunuh ulama Nahdliyin tersebut. Mereka berada di satu tempat persembunyian untuk bersiap-siap memanah Kiai Yasin. Hanya tinggal menunggu sang kiai naik podium, menyampaikan ceramah di atas panggung. Sesudah gagalnya gerakan G30S/PKI, namanya ada dalam daftar target pembunuhan yang dibuat kaum komunis. Kiai Yasin saat berceramah kurang suka disela, apalagi diganggu. Ia pun berpesan kepada pendampingnya yang bernama Ibrahim. Apabila ada tanda-tanda “bahaya”, pemuda itu sebaiknya bertawakal, sabar, dan berdoa kepada Allah SWT. Lantas, Kiai Yasin berceramah. Keempat pemuda itu mulai mempersiapkan serangan dari jarak jauh. Namun, gerak-gerik mereka dilihat Ibrahim. Seketika, pendamping ini mengingat perkataan Kiai Yasin untuk selalu tawakal. Akhirnya, dirinya hanya berdoa untuk keselamatan gurunya tersebut. Tiba-tiba, sebuah kejanggalan terjadi. Keempat pemanah yang akan menyakiti Kiai Yasin tampak diam seperti patung. Akhirnya, dai tersebut dapat berceramah hingga tuntas. Sesudah itu, Kiai Yasin turun panggung dan berjalan mendekati keempat pemuda tersebut. Mereka semua turun sambil gemetar ketakutan. Setelah disentuh tangan sang kiai, barulah mereka tersadar dan meminta maaf. Inilah salah satu cerita karomah tentang Kiai Yasin. Sebelum pulang, para remaja tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat di depan dai itu dan jamaah. Sejak saat itu, keempat pemuda itu aktif di Gerakan Pemuda GP Ansor dan selalu menjaga keselamatan para alim ulama. Alim Nahdliyin KH Yasin Yusuf adalah seorang mubaligh yang secara kultural termasuk Nahdliyin walaupun dia tidak pernah masuk dalam struktural Nahdlatul Ulama NU. Komitmennya terhadap jam’iyyah ini tak diragukan lagi. Ia diketahui dekat dengan seorang ulama pendiri NU, yakni KH Abdul Wahab Hasbullah. Tidak hanya menyampaikan ajaran Islam di tengah masyarakat, Kiai Yasin juga turut berkontribusi dalam bidang politik umat. NU pada era Orde Lama sempat menjadi sebuah partai politik. Maka menjelang Pemilihan Umum Pemilu 1955, sang kiai aktif mengampanyekan Partai NU, terutama kepada orang-orang Jawa Islam Abangan. “Kalau Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, tidak suka dengan NU, silakan. Mau apa dengan NU, silakan. Tapi untuk pemilu kali ini, tolong, bantulah NU, sekali saja, cobloslah NU,” kata Kiai Yasin dalam pidatonya menjelang pesta demokrasi tersebut. Sebagai dai yang tersohor pada masanya, Kiai Yasin memiliki daya pikat massa. Saking penting pengaruhnya, ia pernah didatangi utusan Presiden Soeharto. Sang delegasi menawarkan kepadanya jabatan menjadi anggota DPR-RI, asalkan meninggalkan Partai NU. Karena sudah cinta kepada jam’iyyah, tawaran tersebut ditolaknya secara baik-baik. Sang delegasi menawarkan kepadanya jabatan menjadi anggota DPR-RI, asalkan meninggalkan Partai NU. Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur disebut-sebut sangat menghormati Kiai Yasin. Berdasarkan catatan Gus Dur, dalam setiap perayaan haul Sunan Bonang di Tuban, ulama yang pandai berorasi itu selama puluhan tahun tak pernah absen. Ketika menjabat sebagai ketua umum PBNU sekitar tahun 1986, Gus Dur pernah memenuhi undangan pernikahan putri Kiai Yasin di Kademangan Blitar. Dalam sambutannya, cucu Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari itu menyampaikan, kontribusi sang tuan rumah sangat banyak terhadap jam’iyyah. “NU tidak akan mampu membalas jasa-jasa beliau. Yang bisa saya lakukan hanyalah mendatangi undangan pernikahan putri beliau,” kata Gus Dur saat itu. KH Yasin Yusuf wafat pada 6 Juli 1992. Jenazahnya dimakamkan di Desa Tambak, Ngadi, Kecamatan Mojo—sekitar 17 kilometer arah selatan Kota Kediri, Jawa Timur. Pusara sang almarhum berdampingan dengan makam Gus Miek dan makam rais aam PBNU periode 1984-1991, KH Ahmad Shiddiq. Selama hidupnya, Kiai Yasin dikaruniai dua putri dari seorang istri yang pertama. Setelah sang istri wafat, ia menikah lagi dengan Nyai Mukhtatimah. Wanita yang kemudian dikenal dengan sapaan Ibu Nyai Yasin itu melahirkan seorang putra. Cara Unik Menjelaskan Pancasila Dalam berdakwah, KH Yasin Yusuf selalu mengedepankan aspek komunikatif. Dengan begitu, pesan-pesan kebajikan yang disampaikannya dapat dimengerti masyarakat sesuai daya tangkap mereka masing-masing. Bahkan, orang awam sekalipun akan memahami isi ceramahnya. Sebagai contoh, Kiai Yasin Yusuf beberapa kali memahamkan publik mengenai Pancasila. Ideologi kebangsaan Indonesia itu disampaikannya dengan cara-cara yang dapat diterima masyarakat dengan mudah. Sang kiai menganalogikannya dengan tradisi yang berkembang di tengah penduduk. “Kalau kita ingin melihat pelaksanaan Pancasila yang benar dan tepat, maka lihatlah orang-orang tahlilan—amalan yang biasanya diamalkan,” kata Kiai Yasin pada suatu kesempatan tabligh akbar. Pesan tersebut memiliki makna yang mendalam. Pertama, menurut dia, saat tahlilan orang-orang pasti membaca ayat dalam surah al-Ikhlash, “Qul huwa Allahu ahad.” Artinya, “Katakanlah Muhammad, Dialah Allah, Yang Maha Esa". Kalau kita ingin melihat pelaksanaan Pancasila yang benar dan tepat, maka lihatlah orang-orang tahlilan. Kemudian, ayat itu disusul dengan, “Allahush Shamad.” Yakni, “Allah tempat meminta segala sesuatu.” Kiai Yasin menerangkan, dalam kedua ayat tersebut terkandung makna sila pertama Pancasila, “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Kedua, siapapun boleh datang dan mengikuti tahlilan. Tidak ada seleksi untuk itu. Tidak ada pertanyaan, “Anda bisa tahlil atau tidak?” Bahkan, masyarakat abangan atau yang belum bisa mengaji pun boleh datang. Itulah makna sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,” Ketiga, orang yang tahlilan itu duduknya bersila semua. Maka tidak ada beda antara pejabat, kiai, santri, dan orang biasa. Rangkaian zikir yang dibaca pun sama dan seragam. Hal ini mengandung makna sila ketiga, “Persatuan Indonesia". Keempat, saat akan memulai tahlilan, warga biasanya akan menunjuk pemimpin. Ada yang bersedia saat ditunjuk. Ada pula yang menolak, lalu mengatakan, “Bapak saja yang memimpin” atau “Saudara lebih pantas”. Dari situlah terjadi musyawarah. Setelah satu orang terpilih, dialah yang kemudian memimpin tahlil ataupun doa. Ini mengandung makna sila keempat, yakni “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Kelima, setelah tahlil usai, berkat atau bingkisan makanan biasanya diberikan oleh tuan rumah kepada hadirin. Semuanya mendapatkan berkat yang sama, tanpa ada perbedaan, baik dalam bentuk, tampilan maupun isinya. Itulah makna sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia".
ngajiroso among rogo , kebatinan , kejawen , mencari guru sejati , guru sejati , ngaji roso , among roso , ngaji jawa , ngaji roso olah roso , ngaji roso te
Kecualibisa men-download ceramah, tausiyah, atau pengajian di sini, Anda bisa pula men-download rekaman konsultasi kesehatan herbal yang insya Allah sungguh-sungguh berguna. Sebagai Seorang Da'i, Penceramah, Ustadz, dan lain-lain, memiliki pengetahuan serta wawasan yang lebih dari mad'u (yang didakwahi) yakni suatu tuntutan yang patut
KHYasin yusuf Blitar, Waliyullah Pejuang NU yang Penuh Karomah Di Blitar pernah ada seorang kiai yang kharismatik yang keilmuannya dikenal dan dikagumi oleh kalangan istana negara. Muballigh
KiaiYasin Yusuf tercatat, pertama kali tampil di atas podium umum pada 1953. Gaya bahasa, intonasi, dan konten ceramahnya yang khas menarik perhatian publik. Begitu pula dengan pembawaannya yang kharismatik. Setiap Ahad Wage, belasan ribu orang rela berbondong-bondong datang ke Alun-alun Blitar guna mendengarkan ceramah dari ulama tersebut.
fasUr. b6ey9jq1fv.pages.dev/463b6ey9jq1fv.pages.dev/169b6ey9jq1fv.pages.dev/368b6ey9jq1fv.pages.dev/258b6ey9jq1fv.pages.dev/176b6ey9jq1fv.pages.dev/79b6ey9jq1fv.pages.dev/445b6ey9jq1fv.pages.dev/151
ceramah kh yasin yusuf blitar